CONTENG, CONTRENG, DAN CENTANG
Febria
Ratnasari, S.S
ABSTRAK
Pada
saat kita menghadapi Pemilu dalam pemilihan Presiden-Wapres kerapkali kita
mendengar istilah contreng, conteng, centang, dan cawang. Keempat istilah itu
digunakan secara bersama-sama sehingga menimbulkan pertanyaan bagi
masyarakat. Kesalah tafsiran yang
menganggap bahwa keempat istilah itu adalah hal yang sama dapat menimbulkan
kesesatan berpikir. Untuk menghindari itu perlu adanya kejelasan mengenai
keempat konsep istilah itu. Permasalahan mengenai bahasa Indonesia dapat
diselesaikan dengan menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang telah
sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar (EYD).
Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak ditemukan kata contreng. Kata
ini populer ketika suatu lembaga (KPU) dan Parpol mensosialisasikan cara
pemilihan dengan contreng. Agar tidak terjadi kesalahtafsiran,
istilah contreng tergolong kata yang tidak baku. Bagi kalangan
tertentu (partai politik) kata contreng mungkin tidak banyak
dipersoalkan, tetapi bagi kalangan pengguna Bahasa Indonesia yang baik dan
benar kata contreng belum dibenarkan. “Ada yang berpendapat bahwa
yang penting rakyat mengerti. Jadi, penggunaan kata atau istilah apa pun
boleh-boleh saja.” Menurut hemat penulis penggunaan contreng termasuk
arbiter (semena-mena atau sesukanya) dan hanya berlaku untuk kalangan terbatas
(meskipun kata itu belum dibakukan dalam Bahasa Indonesia).
Kata Kunci: Problematika Bahasa
Indonesia, conteng, contreng, dan centang
PENDAHULUAN
Masih ingatkah kita pada peristiwa
pemilu tahun 2009? Kita disuguhkan dengan istilah contreng. Disetiap media
massa dan cetak selalu menggunakan istilah ini sebagai salah satu cara untuk
melakukan pemilihan terhadap kandidat Capres dan Cawapres. Selain kata
contreng, terdapat pula kata conteng, centang, dan cawang. Penggunaan istilah
ini berbeda pada setiap sosiokultural.
Pemilu
2009 mempunyai aturan yang berbeda dengan pemilu sebelumnya. Selama pemilu
di Indonesia diadakan selalu menggunakan teknik coblos atau melubangi kartu
suara. Pada Pemilu
2009 teknik yang digunakan yaitu menandai kartu suara pada gambar logo
partai atau pada nama caleg yang dipilih. Tanda yang diperkenankan sampai saat
ini belum ada perubahan yaitu dengan cara dicontreng (istilah
yang dipakai KPU), walau ada wacana untuk membolehkan teknik lain yaitu coblos,
tanda silang dan tanda lingkar.
Teknik contreng sendiri masih menimbulkan sedikit
permasalahan bagi orang awam. Bukan cara memberi tanda yang sulit tetapi
istilah contreng yang digunakan membingungkan karena untuk orang berbahasa Jawa
misalnya, untuk tanda yang sama menyebutnya dengan istilah centhang.
Tanda √ dalam bahasa Inggris disebut check. Padahal di Indonesia
mempunyai ratusan bahasa yang barangkali mempunyai istilah berbeda untuk
menyebut tanda yang sama tersebut.
Walau
hanya istilah tetapi hal tersebut bisa membuat kesalahan teknis ketika Pemilu
2009 nanti karena akan banyak suara tidak sah bila hanya tanda √ yang
diperkenankan sebagai tanda sahnya kertas suara. Akan banyak kertas suara yang
dianggap tidak sah karena sekedar penggunaan istilah tanda.
Istilah yang sering digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggunakan
istilah contreng. Bahkan disetiap media massa dalam upaya mensosialisasikan
cara pemilihan dalam pemilu menggunakan istilah contreng. Pada hakikatnya dalam
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 03 Tahun 2008 Pasal 26 ayat (3) telah
dicantum menggunakan tanda centang untuk memilih kandidat yang akan dipilih.
Hal itu mengakibatkan adanya pertanyaan yang muncul mengenai kebakuan bahasa
itu.
Setelah mengalami kritikan dari
masyarakat akhirnya pihak KPU mau mengakui kesalahannya dan akan mengganti
semua media sosialisasi, seperti spanduk, leaflet, atau pun booklet
yang memuat segala bentuk sosialisasi contreng pasangan capres dan
cawapres. Istilah contreng dalam laporan itu menjadi sangat tenar,
sebelum maupun sesudah pelaksanaan pemilu seiring dengan gencarnya sosialisasi
di media massa.
PEMBAHASAN
Contreng
di berbagai media massa dan cetak seperti koran, televisi, radio, majalah dan lain-lain. Kata Contreng menjadi kata yang sangat
populer, menjadi kata yang sering diucapkan para politisi dan para anggota KPU.
Masyarakat yang awam dengan masalah politik mulai dicecoki dengan kata Contreng ini.
Kata contreng pada saat itu pada dasarnya merupakan kata yang baru, asing, dan entah dari mana asalnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak mencantumkan kata contreng sebagai kata yang baku.
Kata contreng pada saat itu pada dasarnya merupakan kata yang baru, asing, dan entah dari mana asalnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak mencantumkan kata contreng sebagai kata yang baku.
Kata contreng, oleh KPU, diartikan sebagai mencoretkan tanda seperti “√“
pada pilihannya. KPU menyamakan istilah kata contreng dan centang, yang sesungguhnya berbeda menurut aturan
Bahasa Indonesia.
Kata Contreng diduga berasal dari bahasa Betawi atau Sunda. Di beberapa
blog, ada penulis yang menduga bahwa kata contreng
dipakai oleh masyarakat Kota Pamulang, ada juga yang menduga contreng berasal dari bahasa Betawi. contreng dipakai oleh masyarakat Bogor
untuk merujuk arti yang sama dengan arti centang. Berdasarkan beberapa
keterangan ini, diduga bahwa kata contreng
berasal dari bahasa Indonesia dialek Sunda atau Betawi.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak ditemukan kata contreng.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak ditemukan kata contreng.
Bagi kalangan tertentu (partai
politik) kata contreng mungkin tidak
banyak dipersoalkan, tetapi bagi kalangan pengguna Bahasa Indonesia yang baik
dan benar kata contreng belum
dibenarkan. “Ada yang berpendapat bahwa yang penting rakyat mengerti. Jadi,
penggunaan kata atau istilah apa pun boleh-boleh saja.” Menurut hemat penulis
penggunaan contreng masuk arbiter
(semena-mena atau sesukanya) dan hanya berlaku untuk kalangan terbatas
(meskipun kata itu belum dibakukan dalam Bahasa Indonesia).
Pada awal sosialisasi contreng
ini, pemahaman masyarakat Indonesia menjadi beragam. Masyarakat di Aceh (NAD)
kurang memahami istilah contreng. Mereka lebih mengenal pemberian tanda
√ pada kertas suara dengan istilah conteng. Istilah contreng juga
menimbulkan kebingungan tersendiri bagi masyarakat di Kalimantan Tengah karena
mereka lebih mengenal istilah centang.
Dalam
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 03 Tahun 2008 pada Pasal 26, ayat (3),
butir (g), halaman 19, Keputusan KPU tertulis:
Tata
cara pemberian suara pada surat suara, ditentukan : 1) menggunakan alat yang
telah disediakan; 2) dalam bentuk tanda V (centang) atau sebutan lainnya;
3) pemberian tanda V (centang) atau sebutan lain, dilakukan satu kali
pada kolom nama partai atau kolom nomor calon atau kolom nama calon anggota
DPR/DPRD provinsi/DPRD Kabupaten/Kota; 4) pemberian tanda V (centang) atau
sebutan lain dilakukan satu kali pada foto salah satu calon anggota DPD; 5)
tidak boleh membubuhkan tulisan dan catatan lain pada surat suara; dan 6) surat
suara yang terdapat tulisan dan atau catatan lain, surat suara tersebut
dinyatakan tidak sah.
Dalam
peraturan tersebut tidak terdapat istilah conteng maupun contreng,
namun keterangan atau sebutan lain telah membuka ruang bagi beredarnya istilah contreng
di media masa karena mungkin mereka lebih suka menggunakan istilah contreng.
Conteng
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dinyatakan bahwa kata conteng
memiliki makna sebagai berikut:
con·teng
/conténg/ (nomina), yang
berarti coret (palit) dengan jelaga, arang, dsb.; coreng;
ber·con·teng-con·teng (verba), yang berarti ‘ada
conteng-contengnya; bercoreng-coreng (dengan arang, jelaga, dsb.).' Contoh: Mukanya
berconteng-conteng; Papan tulis itu berconteng-conteng dengan
kapur.
men·con·teng
(verba), yang berarti ‘mencoreng dengan
arang (tinta, cat, dsb.).' Contoh: Anak itu menconteng alisnya dengan
arang; Menconteng arang di muka. (peribahasa), yang artinya
‘memberi malu.'
men·con·teng-con·teng (verba), artinya
‘mencoreng-coreng (memalit-malit, mencoret-coret) dengan arang (tinta, kapur,
dsb.).' Contoh: Anak itu menconteng-conteng dinding rumah kami
men·con·teng·kan
(verba), artinya ‘mencorengkan;
memalitkan.' Contoh: Ibarat mencontengkan arang di dahi sendiri
(Peribahasa).
ter·con·teng
(verba), memliki dua arti: 1. 'sudah
diconteng(kan)'; 2. ‘kena noda (aib, malu)'. Contoh: Terconteng
arang di muka. (Peribahasa), yang artinya ‘mendapat malu.'
Berdasarkan definisi di atas, istilah conteng tidak
berhubungan dengan proses pemberian tanda √ dalam pemilu. Menurut kami, kata conteng
ini baru muncul pada saat seseorang memberikan sosialisasi menjelang Pemilu
2009. Hal ini terjadi karena di dalam Pasal 26 ayat (3) butir g angka 2) dan 3)
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2009 memungkinkan seseorang
menggunakan sebutan lainnya . Oleh karena itu, muncullah istilah conteng.
Oleh sebagian orang, hal itu turut dibenarkan dan turut pula disosialisasikan
kepada masyarakat, padahal dalam Bahasa Indonesia maknanya belum ditemukan.
Kata conteng memang tergolong
kata baku, namun kata “conteng“ kurang tepat jika dipakai dalam
konteks Pemilihan Umum 2009, sebab akan banyak bentuk coretan yang dilakukan
masyarakat. Secara etimologi ‘conteng’ berarti coret. Yang dimaksud
dengan coret dapat berarti memberi tanda check (), silang (X), =
(sama dengan), atau coreng dengan tinta, arang, atau apa saja.
Contreng
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
dari Pusat Bahasa Depdiknas yang telah menjadi sumber rujukan, sumber
penggalian ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta peradaban Indonesia
tidak memuat istilah ini.
Centang
Dalam peraturan yang dibuatnya, KPU
telah menggunakan istilah yang seharusnya digunakan, yaitu centang. Kata
centang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki makna
sebagai berikut:
cen·tang /céntang/ (nomina), yang berarti
‘tanda koreksi, bentuknya seperti huruf V atau tanda cawang.' Jika diberi
awalan /me-/ menjadi men·cen·tang (verba) yang berarti
‘membubuhi coretan tanda koreksi (V);
Jika
cen·tang /céntang/ dijadikan bentuk perulangan, menjadi cen·tang-pe·re·nang
(ajektiva), yang berarti ‘tidak beraturan letaknya (malang melintang
dsb.); porak-parik; berantakan.' Contoh: Segalanya centang-perenang
di ruangan itu .
ke·cen·tang-pe·re·nang·an (nomina), yang berarti ‘keadaan yang centang-perentang.'
Contoh: Kecentang-perenangan dalam mengatur jadwal sering terjadi jika
dilakukan terburu-buru.
Kata
‘centang ’ dipakai di dalam Pasal 26 ayat (3) butir g angka 2), 3), dan
4) Peraturan
Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2009 yang isinya, yaitu:
tata cara pemberian suara pada surat suara, ditentukan:
1. menggunakan alat yang telah
disediakan;
2. dalam bentuk
tanda √ (centang ) atau sebutan
lainnya ;
3.
pemberian tanda √ (centang ) atau sebutan lain ,
dilakukan satu kali pada kolom nama partai atau kolom nomor calon atau kolom
nama calon anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota;
4.
pemberian tanda √ (centang) atau sebutan
lain dilakukan satu kali pada foto salah satu calon anggota DPD;
KPU
dalam peraturannya, telah menggunakan istilah baku yang terdapat di dalam KBBI,
namun memungkinkan seseorang menggunakan sebutan lainnya. Oleh karena itu,
muncullah istilah conteng dan contreng. Istilah centang
merupakan istilah yang baku. Tanda centang berarti tanda √,
maka pemakaian istilah centang lebih tepat digunakan.
Kata “centang“ merupakan
istilah yang baku. Tanda “centang“ berarti
pula memberikan tanda check atau tanda koreksi (√). Jika di
dalam pemilihan umum nanti yang dimaksdukan memberi tanda check atau
tanda koreksi (√) pada nomor
atau angka seorang calon maka pemakaian kata “centang“ lebih
tepat digunakan.
Tata Cara Pemungutan Suara
Bagannya seperti ini:
Detail
pemungutan suara adalah seperti ini:
·
Pemilih
masuk ke Tempat Pemungutan Suara(TPS) sesuai yang tercantum di undangan
pemberitahuan (c4).
·
Daftarkan
diri Anda di meja pencatatan kehadiran pemilih dengan menyerahkan undangan
tersebut. Apabila undangan rusak atau hilang dapat dengan mempergunakan KTP.
·
Silakan
duduk di tempat yang disediakan sambil menunggu nama Anda dipanggil petugas.
Lho ngantri kok sambil lirak lirik Pakdhe.
·
Saat
dipanggil silakan menuju ke tempat petugas untuk menerima 4 buah surat suara
(Untuk DKI Jakarta menerima 3 buah). Surat suara tersebut untuk memilih anggota
DPR RI, DPD, DPRD Propinsi, DPRD Kota/Kabupaten (kecuali Jakarta).
·
Pemilih
menuju bilik suara dan melakukan pencontrengan. Wah kayak baca koran karena
besarnya surat suara.
·
Silakan
mencontreng satu kali pada nama partai atau nama caleg atau nomor caleg di
surat suara DPR RI dan DPRD. Mencontreng pada kolom foto di surat suara
DPD.
·
Setelah
selesai kemudian surat suara dimasukkan ke dalam kotak suara.
·
Tahap
selanjutnya adalah mencelupkan jari ke dalam tinta sebagai tanda telah
memberikan suara. Biasanya satu jari, tapi kalau mau semua jari juga boleh,
buat kenang-kenangan hehe .
·
Pemilih
meninggalkan TPS.
Cara Mencontreng
Suara
Sah
·
Untuk
memilih anggota DPR RI dan DPRD adalah dengan memberi contreng/tanda centang
(v) pada:
o Nama partai (gambar dan nomor urut
partai juga boleh) atau
o Nomor urut caleg atau
o Nama caleg.
·
Untuk
memilih anggota DPD dengan mencontreng di kolom foto.
Selain
itu, tanda coblos, tanda silang (x), tanda garis datar (-) serta tanda centang (v)
yang tidak sempurna yaitu dalam bentuk (/) atau (\), suaranya tetap dianggap
sah.
Suara
Tidak Sah
-
Tidak
sah apabila mencontreng lebih dari satu kali dalam partai yang berbeda di surat
suara DPR RI dan DPRD.
-
Tidak
sah apabila mencontreng lebih dari satu kali dalam foto yang berbeda di surat
suara DPD.
PENUTUP
Berdasarkan
hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kesalahan penggunaan kata
contreng maupun conteng dalam berbagai media cetak dan elektronik pada kasus
Pemilu didasarkan oleh beberapa faktor. Faktor
yang mempengaruhi antaralain: sosiokultural, keterlibatan pers dalam menyiarkan
penggnaan kata tersebut, dan ketidaktahuan pengguna bahasa baku.
0 comments:
Post a Comment