Friday, March 29, 2013



CONTENG, CONTRENG, DAN CENTANG

Febria Ratnasari, S.S


ABSTRAK
                        Pada saat kita menghadapi Pemilu dalam pemilihan Presiden-Wapres kerapkali kita mendengar istilah contreng, conteng, centang, dan cawang. Keempat istilah itu digunakan secara bersama-sama sehingga menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat.  Kesalah tafsiran yang menganggap bahwa keempat istilah itu adalah hal yang sama dapat menimbulkan kesesatan berpikir. Untuk menghindari itu perlu adanya kejelasan mengenai keempat konsep istilah itu. Permasalahan mengenai bahasa Indonesia dapat diselesaikan dengan menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang telah sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar (EYD).
                        Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak ditemukan  kata contreng. Kata ini populer ketika suatu lembaga (KPU)  dan Parpol mensosialisasikan cara pemilihan dengan contreng. Agar tidak terjadi kesalahtafsiran, istilah contreng tergolong kata yang tidak baku. Bagi kalangan tertentu (partai politik) kata contreng mungkin tidak banyak dipersoalkan, tetapi bagi kalangan pengguna Bahasa Indonesia yang baik dan benar kata contreng belum dibenarkan. “Ada yang berpendapat bahwa yang penting rakyat mengerti. Jadi, penggunaan kata atau istilah apa pun boleh-boleh saja.”  Menurut hemat penulis penggunaan contreng termasuk arbiter (semena-mena atau sesukanya) dan hanya berlaku untuk kalangan terbatas (meskipun kata itu belum dibakukan dalam Bahasa Indonesia).

Kata Kunci: Problematika Bahasa Indonesia, conteng, contreng, dan centang


PENDAHULUAN
            Masih ingatkah kita pada peristiwa pemilu tahun 2009? Kita disuguhkan dengan istilah contreng. Disetiap media massa dan cetak selalu menggunakan istilah ini sebagai salah satu cara untuk melakukan pemilihan terhadap kandidat Capres dan Cawapres. Selain kata contreng, terdapat pula kata conteng, centang, dan cawang. Penggunaan istilah ini berbeda pada setiap sosiokultural.
            Pemilu 2009 mempunyai aturan yang berbeda dengan pemilu sebelumnya. Selama pemilu di Indonesia diadakan selalu menggunakan teknik coblos atau melubangi kartu suara. Pada Pemilu 2009 teknik yang digunakan yaitu menandai kartu suara pada gambar logo partai atau pada nama caleg yang dipilih. Tanda yang diperkenankan sampai saat ini belum ada perubahan yaitu dengan cara dicontreng (istilah yang dipakai KPU), walau ada wacana untuk membolehkan teknik lain yaitu coblos, tanda silang dan tanda lingkar.
             Teknik contreng sendiri masih menimbulkan sedikit permasalahan bagi orang awam. Bukan cara memberi tanda yang sulit tetapi istilah contreng yang digunakan membingungkan karena untuk orang berbahasa Jawa misalnya, untuk tanda yang sama menyebutnya dengan istilah centhang. Tanda √ dalam bahasa Inggris disebut check. Padahal di Indonesia mempunyai ratusan bahasa yang barangkali mempunyai istilah berbeda untuk menyebut tanda yang sama tersebut.
Walau hanya istilah tetapi hal tersebut bisa membuat kesalahan teknis ketika Pemilu 2009 nanti karena akan banyak suara tidak sah bila hanya tanda √ yang diperkenankan sebagai tanda sahnya kertas suara. Akan banyak kertas suara yang dianggap tidak sah karena sekedar penggunaan istilah tanda.
            Istilah yang sering digunakan oleh  Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggunakan istilah contreng. Bahkan disetiap media massa dalam upaya mensosialisasikan cara pemilihan dalam pemilu menggunakan istilah contreng. Pada hakikatnya dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 03 Tahun 2008 Pasal 26 ayat (3) telah dicantum menggunakan tanda centang untuk memilih kandidat yang akan dipilih. Hal itu mengakibatkan adanya pertanyaan yang muncul mengenai kebakuan bahasa itu.
            Setelah mengalami kritikan dari masyarakat akhirnya pihak KPU mau mengakui kesalahannya dan akan mengganti semua media sosialisasi, seperti spanduk, leaflet, atau pun booklet yang memuat segala bentuk sosialisasi contreng pasangan capres dan cawapres. Istilah contreng dalam laporan itu menjadi sangat tenar, sebelum maupun sesudah pelaksanaan pemilu seiring dengan gencarnya sosialisasi di media massa.

PEMBAHASAN
            Contreng di berbagai media massa dan cetak seperti koran,  televisi, radio, majalah dan lain-lain. Kata Contreng menjadi kata yang sangat populer, menjadi kata yang sering diucapkan para politisi dan para anggota KPU. Masyarakat yang awam dengan masalah politik mulai dicecoki dengan kata Contreng ini.
Kata contreng pada saat itu pada dasarnya merupakan kata yang baru, asing, dan entah dari mana asalnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak mencantumkan kata contreng sebagai kata yang baku.
            Kata contreng, oleh KPU, diartikan sebagai mencoretkan tanda seperti “√“ pada pilihannya. KPU menyamakan istilah kata contreng dan centang, yang sesungguhnya berbeda menurut aturan Bahasa Indonesia.
            Kata Contreng diduga berasal dari bahasa Betawi atau Sunda. Di beberapa blog, ada penulis yang menduga bahwa kata contreng dipakai oleh masyarakat Kota Pamulang, ada juga yang menduga contreng berasal dari bahasa Betawi. contreng dipakai oleh masyarakat Bogor untuk merujuk arti yang sama dengan arti centang. Berdasarkan beberapa keterangan ini, diduga bahwa kata contreng berasal dari bahasa Indonesia dialek Sunda atau Betawi.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak ditemukan kata contreng.
            Bagi kalangan tertentu (partai politik) kata contreng mungkin tidak banyak dipersoalkan, tetapi bagi kalangan pengguna Bahasa Indonesia yang baik dan benar kata contreng belum dibenarkan. “Ada yang berpendapat bahwa yang penting rakyat mengerti. Jadi, penggunaan kata atau istilah apa pun boleh-boleh saja.” Menurut hemat penulis penggunaan contreng masuk arbiter (semena-mena atau sesukanya) dan hanya berlaku untuk kalangan terbatas (meskipun kata itu belum dibakukan dalam Bahasa Indonesia).
            Pada awal sosialisasi contreng ini, pemahaman masyarakat Indonesia menjadi beragam. Masyarakat di Aceh (NAD) kurang memahami istilah contreng. Mereka lebih mengenal pemberian tanda √ pada kertas suara dengan istilah conteng. Istilah contreng juga menimbulkan kebingungan tersendiri bagi masyarakat di Kalimantan Tengah karena mereka lebih mengenal istilah centang.
Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 03 Tahun 2008 pada Pasal 26, ayat (3), butir (g), halaman 19, Keputusan KPU tertulis:
Tata cara pemberian suara pada surat suara, ditentukan : 1) menggunakan alat yang telah disediakan; 2) dalam bentuk tanda V (centang) atau sebutan lainnya; 3) pemberian tanda V (centang) atau sebutan lain, dilakukan satu kali pada kolom nama partai atau kolom nomor calon atau kolom nama calon anggota DPR/DPRD provinsi/DPRD Kabupaten/Kota; 4) pemberian tanda V (centang) atau sebutan lain dilakukan satu kali pada foto salah satu calon anggota DPD; 5) tidak boleh membubuhkan tulisan dan catatan lain pada surat suara; dan 6) surat suara yang terdapat tulisan dan atau catatan lain, surat suara tersebut dinyatakan tidak sah.
Dalam peraturan  tersebut tidak terdapat istilah conteng maupun contreng, namun keterangan atau sebutan lain telah membuka ruang bagi beredarnya istilah contreng di media masa karena mungkin mereka lebih suka menggunakan istilah contreng.

Conteng
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dinyatakan bahwa kata conteng memiliki makna sebagai berikut:
con·teng /conténg/ (nomina), yang berarti coret (palit) dengan jelaga, arang, dsb.; coreng;                                                                                      
ber·con·teng-con·teng (verba), yang berarti ‘ada conteng-contengnya; bercoreng-coreng (dengan arang, jelaga, dsb.).' Contoh: Mukanya berconteng-conteng; Papan tulis itu berconteng-conteng dengan kapur.                                          
men·con·teng (verba), yang berarti ‘mencoreng dengan arang (tinta, cat, dsb.).' Contoh: Anak itu menconteng alisnya dengan arang; Menconteng arang di muka. (peribahasa), yang artinya ‘memberi malu.'                   
men·con·teng-con·teng (verba), artinya ‘mencoreng-coreng (memalit-malit, mencoret-coret) dengan arang (tinta, kapur, dsb.).' Contoh: Anak itu menconteng-conteng dinding rumah kami
men·con·teng·kan (verba), artinya ‘mencorengkan; memalitkan.'  Contoh: Ibarat mencontengkan arang di dahi sendiri (Peribahasa).                
ter·con·teng (verba), memliki dua arti: 1. 'sudah diconteng(kan)'; 2. ‘kena noda (aib, malu)'. Contoh: Terconteng arang di muka. (Peribahasa), yang artinya ‘mendapat malu.'
Berdasarkan definisi di atas, istilah conteng tidak berhubungan dengan proses pemberian tanda √ dalam pemilu. Menurut kami,  kata  conteng ini baru muncul pada saat seseorang memberikan sosialisasi menjelang Pemilu 2009. Hal ini terjadi karena di dalam Pasal 26 ayat (3) butir g angka 2) dan 3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2009 memungkinkan seseorang menggunakan sebutan lainnya . Oleh karena itu, muncullah istilah conteng. Oleh sebagian orang, hal itu turut dibenarkan dan turut pula disosialisasikan kepada masyarakat, padahal dalam Bahasa Indonesia maknanya belum ditemukan.
Kata conteng memang tergolong kata baku, namun kata “conteng kurang tepat jika dipakai dalam konteks Pemilihan Umum 2009, sebab akan banyak bentuk coretan yang dilakukan masyarakat. Secara etimologi ‘conteng’ berarti coret. Yang dimaksud dengan coret dapat berarti memberi tanda check (), silang (X), = (sama dengan), atau coreng dengan tinta, arang, atau apa saja.

Contreng
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dari Pusat Bahasa Depdiknas yang telah menjadi sumber rujukan, sumber penggalian ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta peradaban Indonesia tidak memuat istilah ini.

Centang
            Dalam peraturan yang dibuatnya, KPU telah menggunakan istilah yang seharusnya digunakan, yaitu centang.  Kata centang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki makna sebagai berikut:
cen·tang /céntang/ (nomina), yang berarti ‘tanda koreksi, bentuknya seperti huruf V atau tanda cawang.' Jika diberi awalan /me-/ menjadi men·cen·tang (verba) yang berarti  ‘membubuhi coretan tanda koreksi (V);                    
Jika cen·tang /céntang/ dijadikan bentuk perulangan, menjadi  cen·tang-pe·re·nang (ajektiva), yang berarti ‘tidak beraturan letaknya (malang melintang dsb.); porak-parik; berantakan.' Contoh: Segalanya centang-perenang di ruangan itu .      
ke·cen·tang-pe·re·nang·an (nomina), yang berarti ‘keadaan yang centang-perentang.' Contoh: Kecentang-perenangan dalam mengatur jadwal sering terjadi jika dilakukan terburu-buru.                                                                                      
Kata  ‘centang ’ dipakai di dalam Pasal 26 ayat (3) butir g angka 2), 3), dan 4) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2009 yang isinya, yaitu:
tata cara pemberian suara pada surat suara, ditentukan:
1.      menggunakan alat yang telah disediakan;
2.      dalam bentuk tanda (centang ) atau sebutan lainnya ;
3.      pemberian tanda (centang ) atau sebutan lain , dilakukan satu kali pada kolom nama partai atau kolom nomor calon atau kolom nama calon anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota;
4.      pemberian tanda (centang) atau sebutan lain dilakukan satu kali pada foto salah satu calon anggota DPD;
KPU dalam peraturannya, telah menggunakan istilah baku yang terdapat di dalam KBBI, namun memungkinkan seseorang menggunakan sebutan lainnya. Oleh karena itu, muncullah istilah conteng dan contreng. Istilah centang merupakan istilah yang baku. Tanda centang berarti tanda √, maka  pemakaian istilah centang lebih tepat digunakan.
Kata “centang merupakan istilah yang baku. Tandacentang berarti pula memberikan tanda check atau tanda koreksi (). Jika di dalam pemilihan umum nanti yang dimaksdukan memberi tanda check atau tanda koreksi () pada nomor atau angka seorang calon maka  pemakaian kata “centang lebih tepat digunakan.





Tata Cara Pemungutan Suara
Bagannya seperti ini:
Detail pemungutan suara adalah seperti ini:
·         Pemilih masuk ke Tempat Pemungutan Suara(TPS) sesuai yang tercantum di undangan pemberitahuan (c4). 
·         Daftarkan diri Anda di meja pencatatan kehadiran pemilih dengan menyerahkan undangan tersebut. Apabila undangan rusak atau hilang dapat dengan mempergunakan KTP. 
·         Silakan duduk di tempat yang disediakan sambil menunggu nama Anda dipanggil petugas. Lho ngantri kok sambil lirak lirik Pakdhe.
·         Saat dipanggil silakan menuju ke tempat petugas untuk menerima 4 buah surat suara (Untuk DKI Jakarta menerima 3 buah). Surat suara tersebut untuk memilih anggota DPR RI, DPD, DPRD Propinsi, DPRD Kota/Kabupaten (kecuali Jakarta). 
·         Pemilih menuju bilik suara dan melakukan pencontrengan. Wah kayak baca koran karena besarnya surat suara.
·         Silakan mencontreng satu kali pada nama partai atau nama caleg atau nomor caleg di surat suara DPR RI dan DPRD. Mencontreng pada kolom foto di surat suara DPD. 
·         Setelah selesai kemudian surat suara dimasukkan ke dalam kotak suara.
·         Tahap selanjutnya adalah mencelupkan jari ke dalam tinta sebagai tanda telah memberikan suara. Biasanya satu jari, tapi kalau mau semua jari juga boleh, buat kenang-kenangan hehe . 
·         Pemilih meninggalkan TPS.
Cara Mencontreng
Suara Sah
·         Untuk memilih anggota DPR RI dan DPRD adalah dengan memberi contreng/tanda centang (v) pada:
o    Nama partai (gambar dan nomor urut partai juga boleh) atau
o    Nomor urut caleg atau
o    Nama caleg.
·         Untuk memilih anggota DPD  dengan mencontreng di kolom foto.
Selain itu, tanda coblos, tanda silang (x), tanda garis datar (-) serta tanda centang (v) yang tidak sempurna yaitu dalam bentuk (/) atau (\), suaranya tetap dianggap sah.
Suara Tidak Sah
-          Tidak sah apabila mencontreng lebih dari satu kali dalam partai yang berbeda di surat suara DPR RI dan DPRD.
-          Tidak sah apabila mencontreng lebih dari satu kali dalam foto yang berbeda di surat suara DPD.
Sumber penulisan diatas dari materi sosialisasi pemilu yang ada di Media Center KPU.

PENUTUP
            Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kesalahan penggunaan kata contreng maupun conteng dalam berbagai media cetak dan elektronik pada kasus Pemilu didasarkan oleh beberapa faktor.  Faktor yang mempengaruhi antaralain: sosiokultural, keterlibatan pers dalam menyiarkan penggnaan kata tersebut, dan ketidaktahuan pengguna bahasa baku.

0 comments:

Post a Comment